Sudah 3 Tahun Berjalan, Program Kang Pisman Belum Berhasil Atasi Sampah di Kota Bandung

Tutwurihandayani.my.id,-        BANDUNG,-Sampah masih menjadi masalah klasik di Kota Bandung. Ragam upaya terus dilakukan Pemerintah Kota Bandung demi mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya melalui program Kang Pisman atau Kurang, Pisahkan dan Manfaatkan.

Kang Pisman adalah salah satu program unggulan dari duet Wali Kota Bandung Oded M Danial dan Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana. Melalui program ini diharapkan warga bisa ikut berperan dalam mengurangi timbulan sampah mulai dari sumber.

Namun, program yang sudah digulirkan selama kurang lebih 3 tahun ini dinilai belum berjalan optimal. Pasalnya hingga saat ini masih ditemukan sampah-sampah yang mengotori sungai dan sudut kota lainnya.

Selain itu, belum semua warga Kota Bandung paham mengenai program tersebut. Pasalnya, hingga saat ini jumlah sampah yang dibuang ke TPA belum berkurang secara signifikan.

Manajer Advokasi Wahana Lingkungan (Walhi) Jabar Wahyudin Iwang menyatakan untuk mengatasi permasalahan sampah tidak hanya bisa dijawab dengan program Kang Pisma saja. Menurutnya perlu upaya lebih agar masalah ini bisa diselesaikan dengan maksimal.

“Persoalan sampah sampai hari ini tidak bisa dijawab dengan program itu (Kang Pisman), yang sangat sulit dan jadi tantangan kita bersama, tantangan pemerintah juga bagaimana kesadaran masyarakat, kesadaran publik muncul dengan balik,” kata Iwang via sambungan telepon belum lama ini.

Dia menilai saat ini kesadaran warga dalam menjaga lingkungan belum terbangun dengan baik. Kondisi itu membuat program yang dijalankan belum bisa mengatasi masalah yang ada.

“Dalam program wali kota ini juga belum mampu mengatasi dan menjawab persoalan sampah tersebut. Tidak hanya program Kang Pisman saja, misalkan membuat teknologi membangun insenerator bukan suatu solusi yang tepat juga karena ada dampak pula dari teknologi itu ketika teknologi itu digunakan,” ungkapnya.

“Meskipun memang ada hal lain yang teratasi dari teknologi itu, tapi ada dampak dari teknologi itu yang akhirnya mengganggu kenyamanan, kerusakan dan kesehatan di tingkat masyarakat,” ucapnya.

Meski begitu, Iwang menyebut segala bentuk program pemerintah dalam satunya dalam penanganan sampah ini memiliki niat baik bagi lingkungan. “Sejauh mana program itu betul-betul dijalankan dengan baik, saya lihat begini itikad, niat baik pemerintah semua baik ya. Tapi bagaimana proses implementasinya dijalankan dengan baik,” paparnya.

Dia menyebut, dalam sebuah program yang digulirkan pemerintah harus terus melakukan evaluasi dan gencar dalam melakukan sosialisasi. “Seringkali tidak tercapainya program itu tidak disertai bagaimana evaluasi target program itu selama satu tahun, mereka lakukan evaluasi enggak? Lakukan pengawasan enggak? Termasuk edukasi di masyarakatnya, jika hal itu tidak dilakukan maka dianggap sia-sia, itu sudut pandang kami ya,” jelasnya.

Saat disinggung mengapa Wali Jabar sebut program ini belum dapat mengatasi persoalan sampah di Kota Bandung, Iwang mengatakan jika saat ini masih ditemukan sampah dibuang sembarangan.

“Secara gambaran umum, program tersebut belum menjawab. Kami lihat di lapangan sampah masih terlihat di Jalan, sampah masih terlihat di irigasi dan sungai, kenapa di beberapa wilayah banjir karena irigasi dan drainasenya tersumbat, di Kosambi gila banget kemarin hujan, artinya program itu belum mencapai potret keberhasilan, secara umum,” tuturnya

Iwang berharap, pemerintah dapat merespons situasi dan isu sampah yang saat ini terjadi. Pihaknya juga meminta agar mengembalikan ke pola zero waste. Di Walhi sendiri sudah ada beberapa lembaga memiliki historis keberhasilan yang membangun dengan pola zero waste dan dikolborasikan dengan teman-teman mahasiswa.

“Ke depan mendingan lebih dimaskimalkan pola zero waste ini ke publik baik dunia usaha, baik masyarakat secara khalayak umum dari pada pendekatan project yang malah asumsi kami menimbulkan sikap apatis publik masyarakat kepada pemerintah. Lebih diutamakan mensosialisasikan kepada proses kesadaran masyarakat dengan pola zero waste bagaimana masyarakat dan publik tidak mengkonsumsi plastik dan juga dunia usaha,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi C DPRD Kota Bandung Uung Tanuwidjaja angkat bicara terkait program satu ini. Dia menyebut program Kang Pisman belum berjalan maksimal.

“Pelaksanaannya belum maksimal, di tengah pandemi kaya gini, kemarin kan PPKM masyarakat di rumah, tingkat konsumsi masyarakat itu meningkat, sampahnya banyak. Tetapi, memang kesadaran untuk memilih dan memilih sesuai program ditetapkan Kang Pisman belum (efektif) di Kota Bandung,” kata Uung via sambungan telepon.

Dia mengungkapkan anggaran program ini cukup besar dan masuk dalam belanja prioritas sosialisasi edukasi pengurangan sampah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung pada perubahan anggaran tahun 2021 semula Rp 16.121.247.419 menjadi Rp 7.101.120.309.

“Lumayan, cukup besar ya anggarannya,” ujar Uung.

Uung mengakui program ini berdampak pada pengurangan sampah di Kota Bandung tapi belum signifikan. “Ada pengaruh, walau belum signifikan. Kata saya tadi, kalau dilaksanakan serentak dan masif di Kota Bandung lebih signifikan, selama ini belum signifikan karena hanya dilakukan masyarakat hanya di beberapa titik saja,” katanya.

Selain itu, penegakan hukum, terhadap pelanggar pembuang sampah di Kota Bandung belum masif dilakukan. “Masih belum ya, memang terjadi di beberapa titik saja, tapi saya lihat kewilayahan juga ada yang menindak walaupun belum dengan undang-undang pidana, tapi dengan sanksi sosial. Hukumannya belum sampai pidana, tipiring (tindak pidana ringan) harus terus digalakan ya, supaya masyarakat takut dan punya efek jera, supaya orang tidak mengurangi membuang sampah sembarangan,” jelasnya.

Menurut Uung, program Kang Pisman harus ditunjang dengan bank sampah. Ketika sudah ada bank sampah, maka program ini akan berjalan dengan baik.

“Jadi kalo selama ada bank sampah di daerah tersebut program Kang Pisman akan jalan lebih maksimal, saat ini Kota Bandung memiliki 724 bank sampah yang terdiri dari beberapa kategori yaitu 30 kecamatan dengan skala RW, posyandu, kelurahan dan kecamatan selanjutnya dari operasional pemerintah daerah. Itu data pertengahan tahun 2021,” ujarnya.  red

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *